Pulau Gelasa, lokasi yang dijadikan tempat pembangkit listrik tenaga nuklir Indonesia |
Provinsi Bangka Belitung bersiap mencatat sejarah baru dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia. Proyek strategis nasional ini akan ditempatkan di Pulau Kelasa, Bangka Tengah. Rencana tersebut menjadi sorotan publik, mengingat potensi besar dan kontroversi yang kerap menyertai pengadaan energi nuklir.
Pusat Pengembangan Nuklir di Bangka Belitung
Direktur PT Thorcon Indonesia, Bob S Effendi, mengonfirmasi bahwa prototipe reaktor nuklir akan didatangkan dari Korea Selatan pada 2028 melalui jalur laut. Bob mengungkapkan bahwa keputusan untuk menempatkan PLTN di Bangka Belitung didasarkan pada prospek dan kesiapan daerah tersebut, termasuk adanya dukungan dari investor.
"Kalau di Indonesia pilihannya ada dua, yakni Kalimantan Barat dan Bangka Belitung. Kami melihat prospeknya lebih dahulu di Bangka Belitung karena Thorcon Indonesia sudah ada sebagai investor," ujar Bob usai rapat koordinasi di gubernuran Babel pada 12 Desember 2024.
Selain itu, pembangunan PLTN di Bangka Belitung didukung oleh regulasi tata ruang yang saat ini menunggu pengesahan dari kementerian terkait. Dengan pengesahan ini, Bangka Belitung akan mencetak sejarah sebagai provinsi pertama yang memiliki PLTN di Indonesia.
Pemanfaatan Thorium dan Potensi Daerah
Salah satu keunggulan utama dari proyek ini adalah pemanfaatan thorium sebagai bahan baku reaktor. Thorium merupakan mineral ikutan dari tambang timah yang berlimpah di Bangka Belitung. Dengan memanfaatkan potensi lokal ini, pengelolaan energi nuklir dapat memberikan dampak ganda, tidak hanya dari sisi penyediaan energi bersih, tetapi juga dalam pengelolaan sumber daya alam secara lebih optimal.
"Bagi industri elektronik, logam tanah jarang bukanlah hal yang baru. Namun, bagi perekonomian daerah ini justru belum tergarap," jelas Bob.
Investasi dan Prospek Ekonomi
Total investasi untuk proyek ini diperkirakan mencapai Rp17 triliun, mencakup survei, penelitian, alih teknologi, hingga pembangunan infrastruktur. Selain membangun PLTN di Bangka Tengah, pemerintah juga menyiapkan wilayah lain yang potensial, yakni Tanjung Ular di Bangka Barat dan Sebagin di Bangka Selatan.
Target pengembangan PLTN di Bangka Belitung tidak berhenti pada satu pembangkit saja. Hingga tahun 2050, ditargetkan akan ada 20 PLTN yang dibangun di wilayah ini oleh berbagai perusahaan. Proyek ini diproyeksikan mampu menggeser dominasi sektor tambang timah sebagai penggerak utama perekonomian daerah.
Dukungan Terhadap Transisi Energi
Pembangunan PLTN di Bangka Belitung juga sejalan dengan rencana pemerintah pusat untuk menghapus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara. Penggantian PLTU dengan energi bersih diperlukan guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
"Harus ada energi murah, bersih, dan andal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen dan target NZE 2060," ujar Bob.
Analisis dan Tantangan
Rencana pembangunan PLTN di Bangka Belitung menimbulkan sejumlah pertanyaan terkait dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Di satu sisi, proyek ini dipandang sebagai peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Bangka Belitung dapat bertransformasi menjadi pusat energi baru terbarukan di Indonesia, mengukuhkan posisinya di panggung global.
Namun, di sisi lain, isu keselamatan nuklir, pengelolaan limbah radioaktif, serta penerimaan masyarakat menjadi tantangan besar yang perlu diatasi. Transparansi, edukasi kepada masyarakat, dan penerapan standar keamanan internasional harus menjadi prioritas dalam proyek ini.
Kesimpulan
Pembangunan PLTN di Bangka Belitung adalah langkah strategis dalam mewujudkan transisi energi di Indonesia. Proyek ini tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional, tetapi juga membuka peluang investasi besar dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal. Meskipun demikian, keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada pengelolaan risiko sosial dan lingkungan, serta kesiapan regulasi dan pengawasan yang ketat.