Di sektor pertambangan, terdapat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan (SMKP Minerba) meski telah diterapkan selama kurang lebih 9 tahun, masih saja terdapat banyak tantangan yang perlu dihadapi, terutama dalam hal membangun budaya keselamatan pertambangan di Indonesia.
Demikian diungkapkan oleh Direktur APKPI, Alwahono saat memberikan open speech pada kegiatan APKPI Safety Sharing Session Batch LI dengan tema “Resillient Safety Leadership” diseleggarakan oleh APKPI secara online Rabu 17 Mei 2023, Pukul 19.15 WIB.
“Padahal saat ini telah dilakukan penerapan berbagai strategi dalam setiap perusahaan dengan sistem manajemen risiko yang berbeda-beda. Bahkan, penerapan ini sudah berlangsung cukup lama, dengan mengacu pada standar internasional,” kata Alwahono.
Oleh karena itulah menurut dia leadership menjadi topik pembicaraan yang harus difokuskan pada tahun 2023 guna menurunkan tingkat kecelakaan dan insiden yang terjadi di sektor industri pertambangan di Indonesia.
Salah satu narasumber yang dihadirkan panitia di acara tersebut, Pengawas APKPI, Eko Gunarto menjelaskan dalam upaya mewujudkan perjalanan keselamatan (safety journey) yang sukses dengan regulasi, teknik rekayasa dan standar awal pengolahan keselamatan, terbukti bahwa manajemen risiko dan sistem manajemen belum sepenuhnya cukup.
“Meskipun telah dilakukan upaya maksimal dan kerja keras, sering kali masih terjadi kecelakaan yang membuat beberapa pihak merasa putus asa,” ujar Eko.
Karena itulah persoalan inti yang menjadi topik APKPI Sharing Session Batch LI kali ini adalah soal kepemimpinan dan komitmen. Sebab kedua hal tersebut menurut Eko merupakan fondasi utama dalam pengelolaan keselamatan pertambangan. Oleh karenanya dalam konsep Resilient Safety Leadership ini fokus utamanya adalah pada kepemimpinan dan komitmen.
Eko menjelaskan bahwa komitmen merupakan kesetiaan terhadap prinsip-prinsip keselamatan dan tentunya melibatkan biaya yang harus dipikirkan secara matang. Tantangan yang dihadapi terkait kepemimpinan dan komitmen ini semakin nyata dengan banyaknya temuan di lapangan. Selanjutnya tambah Eko, perilaku (behavior-based safety) sangat tergantung pada contoh yang diberikan oleh pemimpin. Jika pemimpin tidak menunjukkan perilaku yang aman, maka sulit untuk mengubah perilaku keselamatan para karyawan.
Hal itu menurut dia sangat dipengaruhi oleh
budaya, di mana kita sering membicarakannya, namun seringkali tidak menyadari
bahwa pemimpin kita belum berhasil membangun perilaku keselamatan di lingkungan
kerjanya.
“Karena itulah saya katakan bahwa membangun budaya keselamatan yang kuat masih merupakan perjuangan yang panjang. Dimana di dalamnya juga terdapat aspek live action safe (toleransi risiko) dan human performance,” kata Eko.
Baik Alwahono maupun Eko sama-sama yakin—beradasarkan pengalaman APKPI bahwa—fokus pada kepemimpinan dan komitmen pada tahun 2023 sangatlah penting untuk menurunkan tingkat kecelakaan dan insiden.
Sebab beradasarkan hasil kajian yang ada menunjukan bahwa pemimpin keselamatan yang tangguh memiliki tiga kata kunci: safety (keselamatan), resilient (tangguh), dan leadership (kepemimpinan). Oleh karenanya jika berbeicara tentang keselamatan, maka hal utama yang harus dilakukan adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan dapat menerima risiko. Prinsip kedua adalah menjaga kesehatan dan keselamatan para pekerja yang saat ini juga menghadapi persoalan ekonomi dan fatigue. Prinsip ketiga adalah bagaimana menjalankan operasional yang efisien dan produktif, serta mampu mencegah terjadinya insiden.
Eko menerangkan bahwa Konsep 4M + E (manusia, mesin, material, metode kerja, dan lingkungan kerja) seringkali menjadi perbincangan dalam dunia teknik industri. Keselamatan di era 70-an dimulai dari teknologi, kemudian berkembang ke aspek manusia dan sistem manajemen pada tahun 70-90 an. Sedangkan tahun 2020 perhatian tidak lagi hanya pada 4M + E, melainkan juga pada tiga hal yang menjadi fokus utama kita yaitu manusia, kepemimpinan, persepsi karyawan terhadap risiko dan keselamatan, serta perubahan yang harus dilakukan oleh para pemimpin.
“Kepemimpinan harus memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain atau memiliki pengaruh dalam tindakan dan ucapan,” tegas Eko.
Seorang pemimpin memiliki pengikut, keinginan atau niat, tanggung jawab pribadi, area kerja, serta memiliki tujuan bersama sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan dan membawa para pengikutnya menghadapi berbagai perubahan serta menjadi agen perubahan itu sendiri.
Kepemimpinan juga berarti memiliki kekuatan dalam mempengaruhi serta berkomunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif dan pengakuan dari orang lain akan menunjukkan sejauh mana pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin.
Pada akhirnya dikatakan juga bahwa Kepemimpinan keselamatan yang tangguh terdiri dari 8 pilar: kompetensi, kredibilitas, aksi, visi, komunikasi, akuntabilitas, kolaborasi, dan pengakuan. Sedangkan Hati Pikiran Jiwa dan Raga (HAPIJIRA) menjadi pedoman yang menggambarkan jiwa dan semangat positif yang harus dimiliki dalam rangka mencapai kesuksesan dan penghargaan.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2023 fokus utama dalam mengelola keselamatan adalah pada kepemimpinan yang tangguh dan komitmen yang kuat. Resilient Safety Leadership menjadi kunci sukses dalam menghadapi perubahan dan tantangan di industri pertambangan. Dengan memperkuat kepemimpinan dan membangun budaya keselamatan yang kuat, niscaya tingkat kecelakaan dan insiden dapat ditekan seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan yang terjadi di sektor ini.
Kegiatan ini dipandu oleh Sekjend APKPI,
Ade Kurdiman dan dihadiri oleh para dewan pengurus pusat APKPI, dewan pengurus
daerah APKPI dan seluruh anggota APKPI. (Lindu)