Ade Kurdiman moderator APKPI SSS mendampingi Ari Sutrisno (kanan atas) dan Dadan Erwandi (bawah).
MINESAFETY -- Perusahaan pertambangan diharapkan dapat mengelola kesehatan mental karyawannya supaya tidak mengalami stres negatif yang berdampak terhadap produktivitas kerja menurun dan untuk mengantisipasi kecelakaan tambang sejak dini.
Pengajar Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dadan Erwandi mengatakan stres negatif yang dialami pekerja berpotensi membahayakan dirinya secara psikis dan fisik.
"Dalam riset saya, ada dua jenis bahaya fisik seperti misalnya terkena api atau bahan kimia itu sumber asalnya satu. Sementara, sumber bahaya kedua psikososial penyebabnya tidak hanya satu tetapi, bisa dua hingga tiga sumber. Reaksi orang akibat psikososial ini juga subyektif, berbeda-beda," kata Dadan, pada Rabu (4 Agustus 2022) malam.
Hal itu disampaikannya, saat menjadi pembicara Safety Sharing Session (SSS) Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI). Narasumber lain adalah Ari Sutrisno, Direktur HCGS & SHE PT Pamapersada Nusantara juga sekaligus Ketua APKPI Bidang Regulasi, Standarisasi, dan Advokasi.
Diskusi dengan tema 'Kesehatan Kerja: Pengelolaan Stress Kerja di Pertambangan itu dimoderatori Ade Kurdiman, Sekjen APKPI dan dihadiri oleh Direktur APKPI Alwahono. Lebih kurang hampir 230-an peserta hadir pada diskusi SSS batch 25 APKPI itu.
Stres yang negatif atau disebut distress merupakan tindakan tidak nyaman, tertekan yang dirasakan oleh individu berupa gejala fisik, psikis, kognitif dan perilaku dari karyawan. Jika mengalami titik stres yang optimum dan mendapatkan beban tambahan lagi, lanjut Dadan maka potensi kecelakaan kerja yang fatal bagi karyawan semakin besar.
Maka dari itu, papar Dadan, manajemen mampu mengukur sumber terjadinya bahaya psikososial dari berbagai aspek. Mulai dari melihat sumbernya di tempat kerja yang menyangkut beban kerja, hubungan atasan karyawan, atau antar karyawan. Sementara aspek luar, seperti tempat tinggal karyawan, keluarga dan lingkungan sosialnya.
"Kalau manajemen sudah mampu mem-protect dari tempat kerja maka cari sumber lain psikososial yang sumber masalahnya dari luar rumah. Memang pengelolaan risiko psikososial belum menjadi perhatian khusus dibandingkan dengan risiko bahaya fisik. Oleh karena itu, penanganannya seperti public health, penanganan sejak dini, dan health risk assessment (HRA) untuk mengetahui sumbernya," ujarnya.
Penting pula, kata Dadan, pengelolaan kesehatan mental karyawan tidak hanya tanggung jawab bidang SHE saja tetapi ada kolaborasi dengan unit lain.
"Jangan membuat program yang berjalan sendiri-sendiri, bikinlah misalnya family gathering, self improvement, program konseling, atau program me time. Bagian SHE dan HR mesti jeli saat pekerja sudah pada tingkatan high risk," kata Dadan.
Direktur HCGS & SHE PT Pamapersada Nusantara, Ari Sutrisno mengatakan ada dua metode pemantauan manajemen untuk mengatasi stres negatif dari si individu dan peran organisasinya perusahaan.
Pada sisi individu karyawan, Ari menegaskan karyawan wajib cukup tidur, memiliki manajemen waktu yang baik, olahraga, belajar menemukan stres dan menindaklanjuti atau tidak lari dari masalah, mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kapasitas hingga pada pelatihan dan konseling.
"Dari organisasi, misalnya kami di Pamapersada punya kegiatan kompetisi pengembangan diri, family & employee gathering bersama, menyediakan sarana olahraga, komunitas healty lifestyle klub sepeda dan tenis meja. Sehingga mereka tidak terjebak dalam rutinitas, hal-hal monoton," kata Ari.
Direktur APKPI Alwahono. |
Ada pula, lanjutnya, Pamapersada Nusantara menggelar kegiatan perayaan keberhasilan inovasi kerja, hingga aktivitas khusus bagi karyawan yang ingin merenung atau moment break selama 1 hingga 2 hari. "Setelah itu, dia kembali semangat bekerja, karyawan bersyukur dan produktif bekerja," ucap Ari.
Direktur APKPI Alwahono mengatakan stres mental dan penyebabnya memang jarang menjadi bahan diskusi sehingga APKPI perlu membuat diskusi Rabu malam kemarin agar harapannya para karyawan khususnya bekerja di industri pertambangan bisa mengatasi stres negatifnya menjadi stress positif.
"Stres yang berkepanjangan berdampak pada lelah secara fisik mengganggu produktivitas kerja. Apalagi di sektor pertambangan, stres akibat waktu kerja berlebihan, melihat peralatan kerja kurang memadai, beban kerja sulit, tempat kerja yang remote, pengetahuan karyawan terbatas yang membuat karyawan stres mental," ujar Alwahono.