Pekerja dengan perlengkapan APD lengkap sedang melakukan peleburan timah. Foto: MIND ID |
Penulis: Yanuarius Viodeogo Seno
MINESAFETY -- Penerapan Process Safety Management (PSM) atau Manajemen Keselamatan Proses memungkinkan dapat diimplementasikan dalam industri pertambangan di Indonesia untuk melindungi pekerja dan operasional kerja dari ancaman bahaya kerja yang menyebabkan kecelakaan kerja.
Selama ini, PSM di Tanah Air lebih banyak digunakan di industri oil dan gas, kimia seperti petrokimia, agrokimia, farmasi, industri manufaktur atau transportasi, atau instalasi listrik. Kehadiran PSM dalam Keselamatan Pertambangan (KP) dan Keselamatan Operasional diharapkan dapat mencegah, memitigasi, merespon, dan pemulihan bencana penyebab kecelakaan kerja.
Dengan tidak menutup kemungkinan PSM di dalam industri pertambang itulah maka Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI) menyelenggarakan Safety Sharing Session (SSS) Batch XXI dengan tema Operationalizing Process Safety Management In Mining Industry bagi para praktisi pertambangan, pada Rabu (6 Juli 2022).
Webinar pada Rabu malam itu menghadirkan para narasumber yang memahami seluk beluk PSM yaitu, Alfonsius Ariawan yang merupakan Senior Specialist Operational Risk Vale Base Metal, pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Chandra Satrya dan Edi Karyono Putro selaku Manager Loss Prevention & Resources Management PT Freeport Indonesia.
Direktur APKPI Alwahono mengatakan PSM memang belum familiar dalam industri pertambangan Indonesia sehingga topik webinar kali ini sangat spesial menghadirkan langsung narasumber yang memahami secara detil metode PSM sehingga dapat diimplementasikan dan dikombinasikan dalam mengelola pertambangan khususnya Keselamatan Pertambangan (KP) dan Keselamatan Operasional (KO).
"Narasumber kita berpengalaman menceritakan PSM di industri pertambangan sehingga menambah pengetahuan kita untuk mengelola KP yang aman, efisien dan produktif terhindar dari kecelakaan dan penyakit kerja," kata Alwahono.
Dia mengutarakan mengelola pertambangan tidak dapat hanya pada satu aspek saja tetapi ada manusia atau human, ada leadership atau kepemimpinan dan proses teknologi. Aspek ketiganya selanjutnya, menurut Alwahono, diintegrasikan sedemikian rupa sehingga tercipta keselamatan yang tangguh atau resilient menyesuaikan potensi bahaya sehingga potensi risiko bahaya dapat dicegah secara komprehensif.
Rusdi Husin, selaku Ketua APKPI Bidang Humas dan Public Safety juga Kadiv HSE & Risk Management PT Adaro Energy Indonesia Tbk mengingatkan dalam webinar itu tentang salah satu peristiwa tragedi gas Bhopal di India pada 3 Desember 1984 yang menjadi catatan sejarah buruk kecelakaan kerja sepanjang masa karena menurut Britannica diperkirakan korban tewas antara 15.000 hingga 20.000 jiwa.
Sebagai informasi, kejadian di pabrik milik Union Carbide India Limited itu bermula dari kebocoran tangki pabrik yang menyimpan gas metil isosianat untuk pembuatan pestisida dan gas air mata yang sangat beracun dan berbahaya bagi manusia. Kejadian yang berlangsung pada malam hari sangat cepat, tangki gas mengalami kebocoran kecil dan keluar dengan cepat dengan volume besar menyebar ke pemukiman warga seluruh kota.
"Kejadian itu sangat menyedihkan sekali, [seiring perjalanan waktu] chemical (kimia) sangat konsen sekali tentang PSM maka dari itu sangat memahami sekali tentang PSM. Sementara mining (tambang) belum mengarah ke sana, bukan menjadi topik pembicaraan yang rutin," kata Rusdi yang didapuk sebagai moderator topik SSS Batch XXI.
Namun demikian, papar Rusdi, PSM dapat diterapkan dalam industri tambang, mineral dan batubara atau yang terkait tambang logam dan non logam. Sebab, menurutnya, KP dan KO pertambangan tidak hanya memandang permasalahan fisik pekerja dan alat-alat tambang saja.
"Ada risiko yang terkait PSM, misalnya operasional fisik alat-alat di pertambangan yang ada hubungan dengan PSM sehingga insiden [kecelakaan kerja] bisa ditekan sedemikian mungkin," kata Rusdi.
Sementara itu, Alfonsius Ariawan mengatakan PSM sangat dibutuhkan dalam setiap kegiatan tidak hanya di industri kimia, oil dan gas, termasuk pertambangan walau membutuhkan orang-orang yang berkompeten di bidang PSM.
"Di daerah pertambangan yang berada di wilayah terpencil seperti Amerika Selatan sulit menerapkan PSM sehingga harus merekrut orang-orang PSM dari oil dan gas. Sementara itu, PSM di Vale sudah terintegrasi ke VPS (technical, method, dan leadership). Saya mempunyai pengalaman membantu dan mendesain PSM di salah satu company oil dan gas," ujar Alfonsius yang saat ini berdomisili di Kanada.
Alfonsus merinckan aspek-aspek di dalam ketiga prinsip VPS yaitu technical mencakup perception and risk management, health, safety, environment and community (HSEC), projects and construction, operations, maintenance, change management, systems and technologies, supplies and services, and emergency planning.
Pada aspek method meliputi strategy deployment, routine management, processes and standardization, problem solving and continuous improvement, 17 assessment of management system and results. Terakhir berhubungan dengan aspek leadership seperti behaviours and leadership commitment, people management and training, organizational design.
"Perlu konsisten menerapkan PSM karena pengamatannya subyektif walau itu tidak mudah. PSM ini harus kreatif untuk melihat tujuan akhirnya ke depan. Kadang-kadanga kita tidak menggunakan cara konvensional tetapi cara yang lebih mudah dipahami atau diterapkan oleh operator," tuturnya.
Alfonsius menceritakan pengalamannya menerapkan PSM di negara yang memiliki industri tambang maju karena safety culture-nya kuat di mana keberadaan banyak pemimpin melihat langsung persoalan di lapangan. Sebagai pemimpin, menurut dia, harus sering-sering berada di lapangan, berkomunikasi dan menanyakan risiko yang terjadi di site-site pertambangan bersama pekerja.
Chandra Satrya pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI mengutarakan PSM dalam praktiknya termasuk di industri pertambangan hadir untuk mesti memetakan hazard (bahaya) atau assesmen dalam mengidentifikasi dan memahami sebuah masalah sehingga pendekatan solusi yang digunakan tepat menyesuaikan karakteristik risiko yang terjadi.
"Menurut saya memulainya dengan general assesmen, dari situ dapat gambaran mau membidik apa. Kemahiran kita mengatasi masalah bukan pada kita menggunakan apa, tetapi kita mengerti tidak dengan masalah yang dihadapi. Seberapa tepat manajemen membidik masalah dan tools yang dipakai," kata Chandra.
Penggunaan PSM, menurutnya, seperti seorang dokter yang bukan dilihat obat sebagai salah satu solusi mengatasi penyakit tetapi ketepatan mendiagnosa penyakit pasiennya. Begitu pula dengan PSM, tidak hanya mengandalkan satu teknik saja sebagai pendekatan mengatasi masalah tetapi ada teknik lain kultur, kepemimpinan dan lainnya.
Sementara itu, Edi Putra dari Freeport Indonesia mengutarakan perusahaan sangat konsen terhadap sistem operasional keselamatan sampai pada aspek mikro. Ada dua hal menjadi perhatian manajemen yakni personil safety dan operasional safety.
"Personal safety mencakup keselamatan personal, lingkungan kerja dan kesehatan personal. Sementara operasional safety mencakup sisi pemeliharaan dan perawatan peralatan. Ada kajian teknis yang di dalamnya penting ada risk management sebagai sistem keselamatan operasi," tuturnya.