Untuk menjadi resilient maka kita tentunya perlu memiliki kemampuan untuk mengelola risiko. Ini merupakan kompetensi mutlak untuk dapat menghadapi semua situasi yang mungkin akan terjadi. Dalam pendekatan modern, pengelolaan kemampuan organisasi dalam mengelola keselamatan perlu dikelola dalam sistem manajemen yang terintegrasi dengan sistem lainnya.
Sistem manajemen keselamatan untuk pertambangan di Indonesia dikenal dengan Sistem Manajemen keselamatan pertambangan (SMKP) Minerba. Pengelolaan keselamatan terbaik adalah dikelola dalam sistem manajemen.
Di Indonesia keselamatan pertambangan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 38 Tahun 2014 tentang Sistem Manajemen Keselamatan pertambangan (SMKP). Permen yang disahkan pada 30 Desember 2014 tersebut mewajibkan setiap perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mineral dan batubara baik IUP/IUPK (Izin Usaha Pertambangan/Khusus) maupun IUJP (Izin Usaha Jasa Pertambangan) menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan.
Lahirnya Permen ESDM No. 38 Tahun 2014 ini dilatarbelakangi karena adanya regulasi-regulasi pemerintah sebelumnya yang mewajibkan pengawasan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Keselamatan Operasional (KO). Selain itu, UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) pada pasal 96 menyatakan Pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan ketentuan K3 Pertambangan dan KO Pertambangan.
Pernyataan di atas diperkuat dengan adanya PP No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Batubara (pasal 16, 26, dan 27), bahwa Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan yang memegang ijin, pengawasan tersebut meliputi K3 Pertambangan dan KO Pertambangan.
Di samping itu, PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3 pada pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa Instansi Pembina sektor usaha dapat mengembangkan Pedoman Penerapan SMK3 sesuai dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan beberapa regulasi tersebut maka beberapa orang yang berasal dari praktisi keselamatan pertambangan seperti KTT dan HSE Manager, akademisi, konsultan, dan Inspektur Tambang mengembangkan suatu sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang diperuntukkan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Setelah beberapa kali pertemuan yang dimulai sejak 13 Desember 2012 sampai Oktober 2014, akhirnya lahirlah Permen ESDM No. 38 Tahun 2014 tentang Penerapan SMKP.
Pada tahun 2018 sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia perihal deregulasi maka peraturan-peraturan di Kementrian ESDM mengalami perubahan-perubahan. Dasar hukum SMKP yang kala itu adalah Permen ESDM No. 26 Tahun 2018 Pasal 18 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara, Keputusan Menteri ESDM No.1827 K/30/MEM/2018 Lampiran IV tentang Pedoman Pelaksaan Kaidah Teknik Pertambangan yang baik, serta Keputusan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM No.185.K/37.04/DJB/2019 Lampiran II tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan Pelaksanaan, Penilaian, dan Pelaporan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara, maka semua perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yang meliputi perusahaan pertambangan dan perusahaan jasa pertambangan wajib untuk membuat dan memiliki sebuah sistem sebagai pedoman dan panduan yang mengatur serta menjamin keselamatan pada karyawan maupun mengawal jalannya proses pertambangan itu sendiri mulai dari hulu sampai ke hilir tanpa terkecuali.