JAKARTA- Pertama kalinya di dunia, yaitu 100 pemimpin perusahaan tambang dari Aceh hingga Papua, bersama-sama dan bergotong-royong di masa Pandemi covid-19 menulis dan menerbitkan sebuah buku inspiratif berjudul 100 Anak Tambang Indonesia (100 ATI). Buku ini akan diluncurkan pada 17 Agustus 2021, dalam rangka memperingati HUT ke 76 Republik Indonesia.
“Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, kita memang perlu bergotong-royong, dan membutuhkan spirit yang kuat untuk bisa keluar dari krisis yang terjadi,” kata Suryo Eko Hardianto, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk yang juga salah satu penulis buku 100 Anak Tambang Indonesia tersebut.
Sebab kata dia tak hanya sumbangan berupa uang dan barang yang dibutuhkan rakyat saat ini untuk mampu bangkit dari keterpurukan, tetapi juga semangat juang tinggi seperti yang diwariskan para pendiri bangsa Indonesia saat memproklamasikan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945 silam.
Meski ide ini muncul dari sektor pertambangan, khususnya subsektor pertambangan mineral dan batubara (Minerba), tapi ia juga menggelorakan semangat juang tersebut.
“Kelahiran buku 100 ATI ini membawa spirit yang sama, yaitu sebuah keinginan untuk membebaskan diri dari krisis akibat dijajah oleh Covid-19,” kata Alwahono, Direktur Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI), salah satu inisiator buku.
Menurut dia, sektor pertambangan berkontribusi cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yaitu sekitar 7,37 persen pada tahun 2019 namun turun menjadi 6,6 persen di tahun 2020 akibat Pandemi Covid-19.
“Setidaknya hingga 2021 ini, masih terdapat sekitar 1,3 juta lebih rakyat Indonesia yang bekerja di sektor pertambangan dan pengalian,“ kata Alwahono mengutip Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan edisi 3 tahun 2021.
Dengan pengalamannya yang lebih dari 20 tahun menjadi konsultan di berbagai perusahaan tambang, Alwahono berkesimpulan dunia tambang tak ubahnya ‘puncak gunung es’. Bagian atasnya yang tersembul sedikit ke permukaan, itu yang kita nikmati saat ini. Sementara dunia bagian bawahnya tak kita ketahui. Karena itu hampir tak ada yang tahu kisah para anak negeri yang berjuang di sektor pertambangan dan turut membangun bangsanya dengan bersimbah keringat dan air mata.
“Padahal hampir semua tools yang memudahkan hidup manusia di dunia ini bahan bakunya dari hasil tambang,” terangnya.
Di tempat inilah menurutnya peristiwa-peristiwa kemanusian jarang sekali dipotret, dan diperbincangkan. Kalau pun ada, biasanya langsung tertimbun berita-berita mengenai pertumbuhan ekonomi, atau terkubur oleh angka-angka statistik rugi laba dan investasi. Cerita-cerita tersebut akhirnya tetap terpendam, dan ketika sesuatu yang buruk (negatif) terjadi barulah mata publik mengarah kepada mereka.
Inisiator yang juga editor buku 100 ATI, Alexander Mering mengatakan, bahwa meskipun yang menulis buku ini adalah para pemimpin perusahaan tambang, namun isi buku justru bercerita tentang peristiwa-peristiwa kemanusiaan di dunia pertambangan.
“Mulai dari kisah perjuangan hidup yang sangat personal, rasa nasionalisme, kesetiakawanan, cinta, keuletan dan suka duka 100 anak tambang, yang memang ‘berdarah-darah’ di lapangan,” kata Mering.
Menurut dia buku ini istimewa justru karena ditulis langsung oleh para pelaku sejarah pertambangan di Indonesia, khususnya sub sektor tambang Minerba. Mengisahkan 100 cerita inspiratif putra-putri terbaik Indonesia yang bekerja di 67 lebih perusahaan besar maupun kecil yang dipilih secara acak.
Mereka adalah orang-orang yang berjuang dari titik nol hingga ke puncak karir, dari seorang anak nakal hingga berhasil menjadi profesional, dari hanya seorang operator bisa menjadi direktur. Mereka yang mengira dirinya perkasa tapi tumbang juga dihantam malaria. Bahkan cerita penuh emosi, yaitu menantang bule berkelahi karena tak terima nama Indonesia dihina dan dilecehkan.
Kata Mering, Allsysmedia memfasilitasi proses kreatif dan mempertemukan karya 100 orang ini dalam buku 100 ATI. Menghubungi mereka secara online tanpa kontak fisik. Buahnya adalah 100 orang berhasil membagi dan menyumbangkan semangat lewat kisah hidup mereka menjadi tulisan yang diolah menjadi buku ini. Setiap penulis menyumbang 5-7 halaman.
Mering dan timnya di Allsysmedia mulai melakukan riset, menghubungi calon penulis, sejak April 2021. Kemudian pengumpulan tulisan pada periode Mei-juni 2021, Juli 2021 proses editing hingga proses percetakan.
Sementara itu Eko Gunarto, matan Kasubdit Pengawasan Teknik Pertambangan dan Kasubdit Keselamatan Pertambangan Minerba Kementerian ESDM, mengatakan selama ia bertugas di pemerintahan, belum pernah terjadi orang tambang bersatu hanya untuk menulis sebuah buku, seperti buku ini, kecuali saat diundang untuk membahas sebuah rancangan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pertambangan.
“Menyatukan dan mengumpulkan 100 pimpinan perusahaan tambang bersatu dalam sebuah karya buku, bukanlah perkara mudah. Apalagi proses penyelesaiannya hanya 3 bulan saja dan di dalam masa pandemi pula,” ujar Eko yang juga tercatat sebagai satu dari 4 editor buku. Dimana selain Eko, Alwahono, dan Alexander Mering, juga terlibat sebagai editor buku setebal 714 halaman ini Nur Iskandar, penulis buku Wakapolri Jusuf Manggabarani, yang meraih Rekor Muri tahun 2011 silam.
Belum terbit saja buku 100 ATI telah mendapat sambutan luar biasa dari kalangan birokrat, Akademisi, perusahaan tambang, organisasi profesi tambang, politisi, wartawan, dan profesional dan generasi muda.
Sebutlahlah di antaranya Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dr. Ridwan Djamaluddin, M.Sc), Wakil Ketua Komisi VII DPR RI (Ir. Maman Abdurahman), Rektor Universitas Trisakti (Prof., Dr., Ir., Kadarsah Suryadi, DEA), sejumlah dekan termasuk Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta (Dr., Ir., Sutarto Hartosuwarno, M.T.), Konsultan Politik peraih sejumlah penghargaan dan pendiri Lembaga Survei Indonesia (Denny JA), Kolumnis dan tokoh wartawan Malaysia (James Ritchie), Alumni PPRA LXI Lemhannas RI, Enderiman Butar Butar, S.P., M.Si, dan masih banyak lagi. “Total endorsement yang kita lampirkan di buku sekitar 33 orang,” kata Eko.
Jurnalis yang juga Dewas LKBN Antara, Mayong Suryo Laksono mengatakan bahwa Baru kali ini terjadi, wajah dunia pertambangan Indonesia tidak digambarkan lewat laporan tahunan, statistik produksi, grafik dan neraca pembukuan, atau aktivitas sosial sebagai buah kewajiban sosial perusahaan. Wajah itu ditampilkan lewat kisah manusia, para pelaku dan pekerja yang sehari-hari terlibat di dalamnya. Masing masing dengan gayanya, lewat sudut pandang berbeda, meliputi bidang dan pilihan tema yang membentang luas.
“Sungguh unik dan otentik karena datang dari tangan pertama. Benar-benar sebuah cara berbeda untuk memahami dunia pertambangan Indonesia,” pungkas Mayong